Program food estate merupakan salah satu program strategis nasional 2020 – 2024 yang ditujukan sebagai perluasan lahan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional. Sebagai lokasi food estate, pengamanan produksi tanaman pangan di Kapuas menjadi salah satu perhatian utama Kementerian Pertanian (Kementan), dalam hal ini Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Salah satu kendala yang dapat mengancam peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi di Kapuas adalah adanya serangan hama burung manyar. Hama ini merupakan hama spesifik lokasi di kawasan Kapuas dan sekitarnya. Hama ini memiliki mobilitas yang tinggi yang mampu berpindah-pindah antar petakan sawah dengan mudah dalam hitungan detik hingga menyulitkan pengendaliannya.
Menyikapi meningkatnya serangan hama burung manyar di Kapuas, Kementan melalui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan, menggiatkan gerakan pengendalian (gerdal) burung manyar di Kecamatan Dadahup, Kapuas (23/2). Bersama petugas dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Kalimantan Tengah, Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan petani setempat, Kementan melaksanakan gerdal burung manyar secara ramah lingkungan.
Kepala BPTPH Provinsi Kalimantan Tengah, Alpan Samosir menyatakan jika tidak segera dikendalikan, hama ini dapat mengancam puluhan hektar tanaman padi yang malainya sudah berisi. “Petugasi bersama dengan petani telah mencoba mengendalikan dengan memasang pita-pita bendera mengkilap, mengusir dengan bunyi-bunyian keras, hingga penangkapan, namun hasilnya masih belum signifikan,” ujar Alpan.
Menurut petugas POPT setempat, Ichsan, burung manyar ini dominan menyerang tanaman padi di 2 desa, yaitu Desa Bentuk Jaya-A5 dan Desa Bina Jaya – A1, Kapuas. “Dengan bekal jaring dan peluit khusus untuk burung manyar/pipit, kami dibantu pakar penangkap burung dari Jawa Timur, Tohari alias Thor Hunter, berhasil menangkap burung yang meresahkan petani ini,” jelas Ichsan.
Penangkapan burung secara mekanik ini dilakukan dengan membentangkan beberapa jaring di persawahan, tepatnya di tempat yang sering dihinggapi burung. Ketika burung berada di dekat jaring, peluit dibunyikan, dan burung pun akan terbang menukik ke bawah hingga sejajar dengan jaring. Dengan demikian, burung akan tersangkut di jaring yang telah dipasang sebelumnya. Jika dibandingkan dengan memasang orang-orangan sawah atau bunyi-bunyian yang bersifat mengusir, cara ini dinilai efektif karena mampu mengurangi populasi burung.
Dihubungi terpisah, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Mohammad Takdir Mulyadi mengungkapkan bahwa upaya ini adalah salah satu komitmen Kementan dalam mengamankan produksi pangan nasional dengan teknologi yang ramah lingkungan. “Dengan jaring dan peluit ini, kita dapat mengurangi populasi hama burung manyar tanpa menggunakan bahan kimia. Dengan demikian beras yang dihasilkan bebas dari residu pestisida dan aman dikonsumsi,” ungkap Takdir.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menanggapi positif upaya ini. “Kegiatan di lokasi food estate tidak hanya untuk meningkatkan kuantitas, tetapi juga kualitas. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang ramah lingkungan dalam pengamanan produksi tanaman pangan dari serangan OPT,” pungkas Suwandi.
Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo bahwa program food estate harus didukung pendampingan penuh oleh semua pihak sebagai langkah penting dalam mengakselerasi kegiatan pertanian di lokasi food estate.