Siapa yang tak kenal aglaonema, si cantik jelita yang sering ditemukan menghiasi beranda rumah, perkantoran bahkan hotel berbintang. Tanaman hias yang akrab disebut sri rejeki ini memiliki perpaduan warnanya merah, hijau dan putih menjadi magnet daya tarik tersendiri bagi penggemarnya. Di tangan para breeder, selalu muncul varian baru yang eksotik. Bahkan bagi fanatic hobbies atau para kolektor aglaonema rela merogoh kocek hingga ratusan juta untuk meminang aglaonema jenis tertentu. Hal ini menjadikan ladang bisnis tersendiri yang sangat menjanjikan pagi para petani untuk terus mengembangkan varian varian baru.
Fenomena ini tentunya mendapat dukungan Direktorat Jenderal Hortikultura melalui pengembangan kampung florikultura. Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman di sela – sela kesibukanya menyampaikan bahwa kampung florikultura tidak hanya sekedar tanam dan panen saja.
“Kampung florikultura atau flori itu sebuah legacy untuk pengembangan aneka florikultura yang eksotik dan mempunyai nilai jual tinggi. Keberadaan Kampung flori terus bermanfaat sebagai wahana edukasi, agrowisata, atau sebagai katalog produksi. Kampung ini tentunya harus berorientasi pasar lokal dan ekspor,” ujar Liferdi, Selasa (25/06/2024).
Dirinya mencontohkan Aglaonema Park, pertama di Indonesia yang diresmikan kemarin di Sleman. “Kita dukung alokasi 2 unit screen house bagi petani aglaonema sekitarnya. Di situ pemberdayaan ekonomi masyarakat berjalan. Selain memenuhi kebutuhan aglaonema di pasar lokal juga menjadi pemasok penjualan di outlet Aglaonema Park tersebut. Inilah salah satu contoh ideal kampung flori,” paparnya lebar.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, Suparmono menyatakan bahwa Sleman mempunyai banyak potensi hortikultura. “Selama ini kan masyarakat taunya Sleman identik dengan salak. Padahal tidak hanya itu. Di sana terdapat beberapa potensi lain, salah satunya aglaonema,” terangnya.
Suparmono menjelaskan, secara agroklimat Sleman sangat cocok untuk pengembangan aglaonema. Tepatnya di Tridadi Sleman, aglaonema merebak layaknya home industry.
“Banyak masyarakat mengusahakan aglaonema. Bahkan BUMDes-nya juga punya lini usaha aglaonema. Secara orientasi bisnis, untuk varian baru harganya sangat bagus. Alhamdulillah Ditjen Hortikultura support kami dalam pengembangan aglaonema di Sleman,” lanjutnya.
Turut mengamini, Direktur Bumdes Tridadi Makmur, sekaligus Asosiasi Aglaonema Nusantara mengatakan, “Intinya kami tidak akan bisa berkembang tanpa dukungan pemerintah, terutama Ditjen Hortikultura. Jadi secara pribadi kami sangat mengapresiasi segenap dukungan dari Ditjen Hortikultura, sehingga bisa tumbuh dan berkembang seperti ini.”
Dalam rangkaian peresmian Aglaonema Park di Sleman, Irfan Hanif, Ketua Kelompok Tani Javaglonema Tridadi Sleman saat berdiskusi dengan Tim Teknis Florikultura, Ditjen Hortikultura menyatakan rasa syukurnya dengan adanya alokasi pengembangan kampung flori di tempatnya. Selain itu kelompok tani miliknya mempunyai pusat usaha budidaya sehingga lebih gampang mengatur manajemen usaha berikut pengawasannya.
“Kami mendapat alokasi screen house kampung flori seluas 400m2 yang mempunyai standar teknis pada tahun 2023. Kelompok kami bisa berbudidaya secara optimal. Produktivitasnya 3600 pot dengan harga per pot nya seharga Rp 30ribu. Jadi yah bisa dikalkuasikan berapa keuntungan totalnya,” ucapnya bangga.