Jagung merupakan salah satu sumber pangan selain beras yang mampu mendukung program ketahanan pangan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus mendorong peningkatan produksi jagung dan produk turunannya sebagai substitusi sumber karbohidrat. Hal tersebut terungkap dalam Bimtek Propaktani Episode 1017 berjudul “Produksi Jagung dan Produk Turunannya Untuk Mendukung Ketahanan Pangan” (Senin/02-10-2023).
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi dalam keynote speech-nya menyampaikan sejumlah hal yang harus diperhatikan pada produksi jagung dan produk turunannya. “Terkait produksi jagung ada sejumlah hal yang harus diperhatikan. Pertama, budidaya jagung terutama di wilayah bukit dan lereng harus menerapkan prinsip-prinsip konservasi agar menjaga resapan dan sumber air, serta mencegah erosi. Kedua, jagung tidak hanya untuk pakan ternak tetapi sudah mulai bergerak pada pangan dan produk olahannya”, jelas Suwandi.
“Ketiga, petani-petani jagung agar memanfaatkan akses KUR atau asuransi terutama di masa kekeringan seperti saat ini. Keempat, gunakan benih-benih unggul yang produktivitasnya tinggi. Kelima, agar budidayanya menggunakan prinsip-prinsip ramah lingkungan baik pupuk dan bahan pengendali OPT-nya. Keenam, untuk pengolahan tidak hanya bijinya tetapi seluruh bagian jagung (akar, batang, daun, dll) agar dapat dimanfaatkan secara maksimal”, pungkas Suwandi.
Jenri Parlinggoman Hutasoit selaku Kaprodi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Teknologi Sumbawa menjelaskan pentingnya diversifikasi pangan olahan jagung untuk mendukung ketahanan pangan. “Jagung memiliki peran penting dalam menjaga ketahanan pangan karena produktivitas tinggi. Jagung juga dapat diolah menjadi berbagai produk pangan dan merupakan salah satu pakan ternak utama, serta digunakan dalam industri untuk produksi bioetanol, minyak jagung, dan produk kimia lainnya”, ujar Jenri.
“Diversifikasi produk jagung adalah strategi yang krusial dalam mencapai ketahanan pangan yang lebih baik dan berkelanjutan. Dengan terus mendorong diversifikasi produk jagung dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan, kita dapat menciptakan sistem pangan yang lebih kuat, seimbang, dan berkelanjutan untuk masa depan”, lanjut Jenri.
Yuni Yolanda selaku Kasubdir Jurnal dan Publikasi, Universitas Teknologi Sumbawa menyampaikan pentingnya pengelolaan air dalam peningkatan produksi jagung di bawah tekanan iklim. “Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm. Kegiatan budidaya jagung saat ini sebagian besar masih tergantung pada pasokan air hujan, sehingga pengelolaan air harus dilakukan secara optimal. Dalam konteks pengelolaan air untuk tanaman jagung, terdapat empat tujuan pokok yang harus dicapai, yaitu effisiensi penggunaan air dan produktivitas tinggi, effisiensi biaya penggunaan air, pemerataan penggunaan air, dan keberlanjutan lingkungan. Dengan mengoptimalkan penggunaan air, para petani dapat meningkatkan ketahanan pertanian terhadap perubahan iklim”, ujar Yuni.
Chairul Anam Afgani selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Pertanian, Universitas Teknologi Sumbawa menjelaskan penanganan paska panen jagung untuk menjaga kualitas mutunya. “Dalam penanganan panen dan paska panen jagung, permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya pemahaman petani terhadap penanganan panen atau paska panen yang baik dan benar sehingga tingkat kehilangan hasil pada setiap kegiatan panen atau paska panen masih terbilang tinggi. Selain itu, peningkatan produktivitas jagung belum menjamin terjadinya peningkatan kesejahteraan petani, selama petani jagung hanya mampu menjual hasil panennya dalam bentuk bahan mentah”, sebut Chairul.