• October 13, 2024

Tok! MK Tolak Uji Materi Batas Usia Maksimal 70 Tahun Untuk Capres Dan Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi batas usia maksimal 70 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden. Uji materi itu tertuang dalam perkara nomor 102/PUU-XXI/2023.

Permohonan uji materi itu diajukan oleh Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro Atas, yang tergabung dalam aliansi 98 pengacara pengawal demokrasi dan HAM.

Di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (23/10), Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, mengatakan “Menyatakan permohonan para Pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima,”.

Anwar Usman kemudian menyatakan “Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,”.

“Kedua, memohon Pasal 169 huruf D UU Pemilu mengatur norma tambahan menjadi “tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM yang berat masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya” ucap Anwar Usman membacakan putusan.

Melihat keputusan MK terbaru pada tanggal 16 Oktober 2023, Pasal 169 huruf Q UU Pemilu telah diberi arti baru. Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa permohonan untuk menaikkan usia maksimal capres dan cawapres menjadi 70 tahun telah tidak relevan lagi.

“Pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf Q UU 7/2017 adalah kehilangan objek,” kata Anwar membacakan konklusi.

Sementara itu, terhadap permohonan penambahan norma baru pada Pasal 169 huruf d UU Pemilu, MK berpendapat bahwa permohonan pemohon dapat menimbulkan redundansi atau kelimpahan makna.

Redundansi tersebut, menurut MK, berdampak pada adanya pengulangan makna yang memiliki kecenderungan keragu-raguan dan justru dapat mempersempit cakupan norma dasar yang secara natural terdapat dalam Pasal 169 huruf d UU Pemilu dimaksud.

MK pun menegaskan bahwa pasal tersebut sesungguhnya telah mencakup makna sangat luas, yaitu semua jenis tindak pidana berat, termasuk tindak pidana yang dimaksud oleh para pemohon sebagaimana petitum permohonannya.

Oleh sebab itu, MK menyatakan pokok permohonan para pemohon terkait Pasal 169 huruf D UU Pemilu tidak beralasan menurut hukum.

“Pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah tidak beralasan menurut hukum,” ujar Anwar.

Atas putusan tersebut, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari seorang hakim konstitusi, yakni Hakim Suhartoyo.

Read Previous

Kebakaran Terjadi Di TPA Rawa Kucing Tangerang, 534 Personel Pemadam Diturunkan

Read Next

Pemain Legenda Manchester United Sir Bobby Charlton Tutup Usia di Umur 86 Tahun Karena Demensia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *